Cyber war merupakan sebuah aktivitas peretasan (hacking) dan pembaliknya (anti-hacking) yang dilakukan di dalam dunia maya, atau di dalam jaringan komputer. Tindakan ini malah sering bersifat “resmi” oleh beberapa negara yang memegang kuasa. Tujuannya bisa sangat beragam, mulai dari mencuri data, eksploitasi sistem, memata-matai, ataupun melumpuhkan sistem secara keseluruhan maupun sebagian yang dimiliki oleh negara musuh. Dengan berkembangnya teknologi, seluruh dunia kini telah terhubung ke dalam jaringan internet yang membuat para negara maju seperti Amerika Serikat, China, Jepang, Negara-negara di Benua Eropa, hingga Korea Utara dan Korea Selatan sering kali saling terlibat dan melibatkan diri dalam cyber war ini. Negara Indonesia sendiri pernah juga terlibat cyber war yang bersifat sementara dengan negara tetangga, yaitu Malaysia dan Australia. Meskipun yang “memancing” ketegangan tersebut bukanlah sebuah negara melainkan bersifat individual.
Richar A. Clark, seorang ahli dibidang kemamanan pemerintahan dalam bukunya Cyber War (Mei 2010), mendefinisikan Cyber War sebagai aksi penetrasi suatu negara terhadap jaringan komputer lain dengan tujuan menyebabkan kerusakan dan gangguan. Majalah The Economist menjelaskan bahwa cyber war adalah domain kelima dari perang, setelah darat, laut, udara dan ruang angkasa.
Cyber war sendiri memiliki bentuk yang bermacam-macam. Mulai dari yang bersifat non-teknis seperti menyebarkan propaganda di internet dalam bentuk artikel, gambar ataupun lainnnya hingga perang yang bersifat teknis yang sangat canggih seperti penyebaran malware yang bernama Stuxnet untuk menyerang fasilitas nuklirnya Iran. Contoh akan efek yang ditimbulkan dari perang ini dapat pula membantu perang menggunakan senjata didunia nyata. Contohnya pada invasi Amerika Serikat ke negara Irak dan Afganistan. Melalui pencitraan satelit dan “mata” dari drone yang mereka miliki, mereka mampu mengebom sebuah titik dari 8000 km jauhnya.
