RESENSI BUKU(Sekelumit Tentang Penyadapan Dalam Hukum Positif di Indonesia)

TUGAS 2

KEBIJAKAN, ETIKA DAN HUKUM TI

RESENSI BUKU

(Sekelumit Tentang Penyadapan Dalam Hukum Positif di Indonesia)

Diampu Oleh : Bambang Sutiyoso, SH., M.Hum

Disusun oleh:

Andi Irawan (17917104)

Program Pascasarjana Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Industri

Universitas Islam Indonesia

2017

  1. Tentang Buku


    Judul     : Keselimut Tentang Penyadapan

         dalam Hukum Positif Di

         Indonesia

    Penulis     : Kristian, S.H dan

    yopi Gunawan S.H., M.H., M.M

    Penerbit : Nuansa Aulia

    Total      : 384 Halaman

    ISBN     : 978-979-071-195-2

    Terbit     : Desember 2013

Buku ini secara garis besar membahas tentang di era globalisasi ini, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini dapat membawa dampak positif maupun dampak negatif, demikian pula dalam hal kejahatan atau suatu tindak pidana, perkrmbangan zaman atau yang kita kenal dengan istilah globalisasi akan sangat akan mempengaruhi bentuk, sifat, dan motif (modus operandi) dari kejahatan. Sedangkan perkembangan hukum sebagai sebagai salah satu instrumen untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan atau tindak pidana barjalan begitu lama, berjalan dengan sangat statis dan tidak sanggup menandingi atau mengiringi perkembngan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengetahuan informasi dan komunikasi, pengembangan ekonomi dan pengembangan masyarakatnya. Oleh sebab itu, pada hakikatnya globalisasi perlu diiringi dengan pola penrgakan hukum yang dilakukan secara signifikan dan berlangsung cepat.

    Dikaitkan dengan konteks ke-Indonesiaan, pada dasarnya hukum peraturan perundang – undangan bukanlah suatu permasalahan utama dalam penegakan hukum di Indonesia. Itu bisa dikatakan demikian dikarenakan terlepas dari kekurangan – kekurangan yang ada , hukum peraturan perundang – undangan di Indonesia sudah cukup mengakomodasi perkembangan masyarakat dan perkembangan dunia. Namun demikian penegakan hukum di Indonesia hingga saat ini masih semprawut, Menurut kristian dan yopi, yaitu sebagai penulis buku ini, lemahnya penegakan hukum disebabkan karena masih lemahnya budaya hukum pada masyarakat, masih lemahnya aparatur – aparatur penegak hukum dan paling dasar dari semunya adalah masih lemahnya kesadaran hukum kesadaran dari masyarakat.

    Dengan adannya globalisasi dan modernisasi khususnya dalam hal kemajuan teknologi, kemajuan komunikasi, kemajuan transportasi, dan kemajuan informatika dikaitkan dengan perkembangan dibidang ekonomi , perdagangan dan investasi,, kemajuan dan perkembangan dunia seolah-oleh membuat batas – batas negara, kedaulatan dan hak – hak kedaulatan menjadi kabur dan tidak ada batasnya. Hal ini sufah tentu akan menimbulkan dampak dan sangat memprihatinkan. Dampak negatif ini akan muncul manakala terdapat oknum – oknum atau ulah manusia yang sering kali memanfaatkan perkembangan zaman tersebut untuk memudahkan perilaku kejahatan yang tidak dikendalikan oleh akal dan hati.nurani., yaitu dengan menggunakan alat – alat teknologi medern tersebut untuk melakukan tindak pidana, tidak jarang pula disertai violence yang bertentangan dengan peradaban umat manusia. Berkembangnya berbagai jenis kejahatan atau tindak pidana yang semakin kompleks ini menuntut adannya saranna pencegahan dan penanganan yang mampu memecahkan dan tanggap akan kondisi yang demikian

    Dalam rangka memecahkan dan mananggulangi tindak pidana ini, pada dasarnya terdapata dua jenis langkah yang dapat ditempuh oleh aparatur penrgak hukum, yaitu sarana panel maupun nonpanel. Didalam buku ini dijelaskan bahwa panel adalah sesuatu yang dirumuskan secara jegas dalam hukum positif yang dalam hal ini adalah hukum pidana baik hukum pidana umum (KUHP) maupun hukum pidana khusus, akan tetapi dalam perumusan hukum tertulis memiliki banyak kelemahan, oleh karena itu disamping membutuhkan kebijakan hukum secara penel, dalam rangkan mencegah dan memberatas maraknya tindak pidana yang bersifat transnasional yang terorganisasi yang sudah tentu akan sangat berdampak negatif, masih harus ditunjang pula dengan pendekatan – pendekatan lain, misalnya pendekatan nilai, pendekatan budaya, dan pendekatan – pendekatan lainnya, ini yang dimaksud dengan sarana nonpanel dalam kebijakan hukum pidana.

    Dalam perkembangan teknologi, masyarakat semakain sering menggunakan sarana telepoj untuk berkomunikasi antara satu dengan yang lain, dan sekarang ini perkembangan telekomunikasi nirkabel semakin pesat, oleh sebab itu muncul usaha untuk mengembangkan teknologi yang memungkinkan untuk melakukan penyadapan, percakapan terhadap sarana telekmunikasi. Pada akhirnya, teknologi tersebut berhasil dikembangkan dan dengan teknologi penyadapan sarana telekomunikasi ini, tidak lagi timbul rasio – rasio seperti yang ada pada penyadapan dalam ruangan.

    Dalam kasus ini penulis penyatakan bahwa penyadapan merupakan salah satu cara baru yang merupakan cara luar biasa dalam membarantas tindak pidana jenis baru sebagaimana dikemukakan diatas. Namun demikian, untuk penjelasan lebih lengkap mengenai hal ini bisa dilihat dalam isi dari buku ini. Didalam Buku ini terdapat 8 bab yang disetiap babnya membahas tentang berbagai materi tentang dasar hukum positif di Indonesia tentang panyadapan.

  1. Review Isi Buku

    Pada Bab 1 menjelaskan tentang sejarah penyadapan yang dimana pada dasarnya apabila dilihat dati segi historis atau sejarah usaha – usaha untuk mengetahui informasi yang bersifat rahasia dari orang lain atau pihak lain atau suatu kelompok tertentu demi kepentingan pribadi. Pada mulanya usaha – usaha untuk mengetahui informasi yang bersifat rahasia dari orang lain dan pihak lain atau suatu kelompok. Kegiatan penyadapan ini mulai mendapat perhatian dan sorotan publik secara umum bermula dari peristiwa menggegerkan yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1970-an, yakni perbuatan dari salah seorang calon presiden Amerika Serikat bernaman Richard Milhous Nixon yang melakukan tindakan penyadapan terhadap lawan politiknya di hotel Watergate.

    Di Indonesia sendiri terjadi penyadapan telah mulai dilakukan semenjak dikenal dengan adanya teknologi informasi yang semakin marak tepatnya pada saat teknologi mulai mendapat perhatian secara serius di Indonesia. Hal ini ditandai dengan meluncurkannya satelit palapa-A1 pada tanggal 8 juli 1976. Peristiwa peluncuran ini menandai mulainya perkembangan teknologi informasi di Indonesia yang diantaranya juga mencakup tentang penyadapan. Dalam perkembangannya, tercatat bahwa penyadapan menjadi perhatian disekitar tahun 1999 yaitu beredarnya rekaman pembicaraan yang diisi oleh suara yang mirip dengan Jaksa Agung dan Presiden Indonesia. Pada saat penyadapan itu mulailah terbongkarnya kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum – oknum tertentu.

    Jika dilihat dari segi yuridis – normatif, perkembangan dan percepatan hukum mengenai penyadapan di Indonesia telah banyak diupayakan, misalnya dengan dibentuknya hukum – hukum baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan masyarakat dan perkembangan dunia internasional. Meskipun perihal penyadapan telah diatur secara tegas dan jelas dalam masing – masing undang – undang, ketentuan, dan putusan – putusan mahkamah konstitusi, masih ada celah atau kekosonga hukum dibidang penyadapan, ketidakjelasan pengenai prosedur dan mekanisme penyadapan, atau bahkan terjadi tumpang tindih peraturan sehingga yang terjadi dilapangan bukan menciptakan suatu kepastian hukum melainkan ketidak pastian hukum yang sudah tentu akan sangat berpengaruh pada tahap aplikasi dan tahap eksekusinya.

    Dari penjabaran pada bab 1, bisa disimpulan bahwa pengaturan penyadapan dalam hukum Positif di Indonesia setodaknya mengalami 2 permasalahan utama, yakni mengenai pengaturan penyadapan yang tidak konsiten dan pengaturan prosedur atas tata cara penyadapan yang tumpang tindih sehingga terjadi dualisme norma antara ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lainnya.

Pada bab dua menjelaskan tentang landasan filosofis, landasan yuridis dan landansan sosiologis pengaturan penyadapan dalam hukum positif di Indonesia. Setiap masyarakat atau bangsa memiliki pandangan hidup yang berisi nilai – nilai moral atau etika yang dianggap sebagai suatu kebenaran. Moral dan etika itu pada dasarnya memuat suatu anggapan baik atau tidak baik, suatu yang dianggap benar atau tidak benar. Nilai yang dianggap sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa sudah tentu harus dijadikan pandangan hidup dan cita-cita yang dijunjung tinggi. Hukum yang baik harus disusun berdasarkan semua nilai – nilai yang ada dan nilai – nilai yang diakui sebagai suatu kebenaran dalam masyarakaat. Sebaliknya hukum yang dibentuk tanpa memperhatikan nilai – nilai yang ada dan yang hidup dalam masyarakat, maka hukum tersebut tidak akan dipatuhi dan ditaati.

    Apabila dilihat dari segi filosofis, seluruh sistem hukum indonesia tidak dapat dilepaskan dari pandangan yang menyatakan bahwa pancasila sebagai filosofische grandslag dan common platforms atau yang disebut dengan Grundnorm. Terkait dengan pancasila sebagai filosofische grandslag,pancasila juga harus dilihat sebagai cita hukum yang merupakan bintang pemandu. Dengan posisi deperti ini mengharuskan tujuan dan pembentukan seluruh hukum positif di Indonesia adalah untuk mencapai ide – ide atau nilai – nilai dan cita – cita yang terkandung dalam pancasila.

    Berdasarkan penjelasan tersebut, bisa disimpulkan bahwa pancasila sebagai filsafah bangsa indoensia dan undang – undang dasar 1945 sebagia implementasinya merupakan sesuatu yang harus dijadikan landasan filosofis dalam usaha pengaturan aktifitas penyadapan di Indonesia atau dengan pertakataan laindapat dikatakan bahwa tindakan tindakan penyadapan tidak diperkenankan bertentangan dengan nilai – nilai yang terkandung salam pancasila dan Undang – undang dasar 1945.

    Selain itu ada landasan yuridis secara sederhana dapat diartikan sebagai landasan hukum, landasan inilah yang menjadi dasar kewenangan untuk membuat peraturan perundang – undangan yang akan disahkan dan diterapkan. Landasan hukum ini akan memberikan kewenangan kepada seorang pejabat, badan atau lembaga untuk membuat suatu perundang – undangan .

Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa apabila suatu produk hukum dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang untuk itu maka setiap produk-produk hukum yang dikeluarkan tersebut akan menjadi batal demi hukum (van rechtwegenieting) atau dianggap tidak pernah ada dan segala akibat yang ditimbulkan dari produk hukum tersebut menjadi batal demi hukum. Hal kedua yang penting untuk diperhatikan dalam landasan yuridis ini adalah berkaitan dengan kesesuaian bentuk dan isi atau kesesuaian antara jenis dan materi muatan yang terkandung di dalamnya. Dalam merumuskan sebuah peraturan perundang-undangan terdapat kewajiban adanya kesesuaian antara bentuk atau jenis produk-produk hukum dengan materi atau subtansi atau muatan yang diatur dalam produk hukum tersebut

Poin penting selanjutnya berkaitan dengan landasan yuridis ini adalah berkaitan dengan cara-cara (prosedur-prosedur) atas mekanisme yang harus dilakukan dalam proses pembuatan peraturan perundang – undangan. Dikaitkan dengan topik pembahasan dalam buku ini, yaitu “penyadapan dalam hukum positif di Indonesia”, nampaknya pembahasan mengenai landasan yuridis atau pengaturan atau dasar hukum yang membenarkan dan melegitimasi tindakan penyadapan ini menjadi topik yang sangat menarik untuk diperbincangkan dan diperdebatkan. Adapun landasan yuridis tindakan penyadapan di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan baik yang diatur dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Menteri, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, serta dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi bahkan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dan Rancangan Undang-Undang lainnya.

Dengan adanya fakta bahwa tindakan penyadapan mulai diperhatikan dan mulai diakomodasi dalam berbagai rancangan yang dalam hal ini adalah Rancangan KUHP, Rancangan Undang-Undang Kejaksaan, dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara intersepsi, serta rancangan-rancangan undangundang lainnya telah menunjukkan bahwa eksistensi tindakan penyadapan telah diakui sebagai salah satu sarana atau cara luar biasa yang dinilai cukup efektif dan efisien dalam mengungkap dan menindak pelaku tindak pidana. Pada hakikatnya, tindakan penyadapan merupakan suatu perbuatan yang berpotensi melanggar atau bahkan meniadakan hak pribadi atau hak privasi seseorang atau sekelompok orang” yang disadap, karena suatu informasi yang disadap tentu bukanlah informasi yang bersifat umum melainkan suatu informasi yang bersifat rahasia

Pada bagian sebelumnya, telah diuraikan secara panjang-lebar mengenai Landasan Filosofis, Landasan Yuridis, dan Landasan Sosiologis pengaturan penyadapan dalam sistem hukum atau hukum positif di Indonesia. Untuk memperjelas ketiga landasan tersebut dan mengingat bahwa dalam hukum positif di Indonesia mengenai penyadapan ini belum diatur secara pasti dan tegas, pada bagian ini penulis akan menguraikan mengenai asas-asas hukum dalam membentuk suatu norma dan kebijakan hukum pidana (criminal policy) baik dengan sarana penal (penal policy) maupun dengan sarana nonpenal (nonpenal policy) sehingga pengaturan mengenai penyadapan dapat dirumuskan _ secara integral (integral policy), tidak terjadi dualisme norma dan menjadi produk hukum atau ketentuan yang dapat dijalankan serta mencerminkan keadilan.

Ahli hukum pidana Indonesia Roeslan saleh sebagaimana merujuk dan mengutip pendapat dari Paul scholten mengungkapkan bahwa nilai-nilai dan asas-asas hukum merupakan pikiran – pikiran dasar yang terdapat dalam dan di belakang tiap-tiap sistem hukum yang berlaku. Nilai-nilai atau asas-asas hukum mempunyai kedudukan dan fungsi yang fundamental dari sistem hukum yang berlaku pada suatu negara. Di sisi lain nilai-nilai atau asas-asas hukum tersebut Sekaligus berfungsi sebagai alat atau instrumental pengusir kritis atau sebagai batu uji terhadap sistem hukum yang berlaku saat ini selain itu perlu pula dikemukakan bahwa nilai-nilai atau asas-asas hukum ini pada hakekatnya bersifat umum dan abstrak karena sifatnya yang demikian nilai-nilai atau asas-asas hukum masih terlalu umum dan abstrak untuk dapat dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku dalam pergaulan hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara

Dengan adanya kebijakan hukum pidana atau biasa yang disebut dengan criminal policy perkembangan zaman dan perkembangan masyarakat didorong dengan adanya perkembangan teknologi informasi ditambah dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah sedemikian pusat dewasa ini sudah tentu akan menimbulkan konsekuensi bahwa negara yang dalam hal ini adalah pemerintah dan hukum harus mengambil kembali perannya yakni dalam mengatur kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara termasuk didalamnya hukum pidana di era modern ini. Tidak hanya berfungsi untuk memberikan penghukuman tidak hanya berfungsi untuk melindungi nilai-nilai norma Semata.

Setelah kita membahas tentang asas-asas hukum dan kebijakan hukum pidana atau kriminal polisi sekarang di bab 4 ini menjelaskan sekilas tentang informasi dan elektronik menurut Raymond Mc. Leod yang menyatakan bahwa informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang memiliki arti atau makna bagi si penerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini maupun di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Tata sutabri informasi dapat diartikan sebagai data yang telah diklarifikasi atau ditolak atau diinterpretasikan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

Dari penjelasan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa data yang berdasarkan pada fakta yang telah diolah, yang telah dibentuk, atau bahkan yang telah dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu. Jika dikaitkan dengan tindakan penyadapan, sudah tentu informasi yang didapatkan atau diperoleh dari tindakan penyadapan dapat diukur dengan kriterium Sebagaimana telah dikemukakan di atas. Dengan kata lain informasi yang didapatkan melalui tindakan penyadapan dapat diukur Apakah informasi tersebut Tepat dan akurat atau tidak, bersifat jelas atau tidak, relevan atau tidak dan sebagainya.

Dengan adanya tindakan penyadapan ini, diharapkan para aparatur penegak hukum dapat memperoleh informasi dengan jelas tepat dan memperoleh informasi yang utuh, sehingga dapat digunakan untuk membongkar dan memberantas maraknya tindak pidana.

Sementara itu, pengertian elektronik secara umum bisa diartikan sebagai mempelajari sifat listrik yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran elektron atau partikel bermuatan listrik .

Apabila dilihat dari ketentuan undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik tepatnya dalam pasal 1 ayat 1 dikemukakan dengan tegas bahwa : “informasi elektronik adalah satu atau Sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data, surat elektronik telegram, telecopy, dan sejenisnya”.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang penyadapan perlu dikemukakan terlebih dahulu bahwa terminology penyadapan bukanlah merupakan terminologi yang berasal dari bahasa Indonesia penyadapan berasal dari kata sadap atau kata menyadap yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah mengambil air atau mengambil getah dari pohon yang cara memangkas Mayang atau dengan cara memangkas akar atau Menoreh kulit .

Secara umum terkait dengan penyadapan atau tindakan penyadap menurut KBBI, penyadapan dapat diartikan sebagai proses dengan sengaja mendengarkan dan atau merekam informasi orang lain secara diam-diam dan penyadapan itu sendiri berarti suatu proses, suatu cara atau perbuatan menyadap.

Dalam bahasa Indonesia sendiri,   istilah low full interception,  secara sederhana dapat diartikan sebagai intersepsi yang didasarkan pada hukum atau intersepsi yang dilakukan sesuai dengan hukum atau penyadapan yang sesuai dengan hukum atau prosedur yang berlaku dan dilakukan oleh otoritas yang berwenang. Selain itu, apabila dicermati dengan seksama dapat diartikan bahwa dengan adanya penyadapan yang sesuai dengan Hukum maka pada dasarnya akan ada pola penyadapan yang tidak sesuai dengan hukum yang sudah tentu akan menimbulkan konsekuensi hukum yang ada.

Terkait dengan penyadapan itu sendiri, undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi menyebutkan tentang penyadapan,  namun tidak disebutkan tentang pengertian penyadapan. dalam undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi hanya menyebutkan atau mengatur mengenai pelanggaran-pelanggaran atau pada pasal 40 undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Selain itu perlu pula dikemukakan kembali   bahwa dalam perkembangan terkini, telah banyak Rancangan peraturan undang-undang yang mengatur mengenai penyadapan terkait dengan hal ini yang sudah dijelaskan  dalam  buku ini pada bab 2  Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya perumusan ketentuan atau pasal dalam berbagai Rancangan peraturan perundang-undangan tersebut merupakan upaya preventif bagi perkembangan teknologi yang semakin memudahkan orang untuk menyadap, merekam, yang mengetahui segala aktivitas orang lain melalui penyadapan jaringan tertentu. Selain  itu,  hal ini menandakan bahwa tindakan penyadapan merupakan salah satu upaya luar biasa yang dinilai efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana jenis baru yang marak terjadi di perkembangan teknologi zaman sekarang.

Di dalam bab 6 ini kita membahas tentang Apa itu yang berkaitan dengan teknik  teknis dengan penyadapan, baik itu secara hukum aturan dalam penyadapan maupun kerumitan dalam suatu penyadapan seperti yang diulas dalam bab-bab sebelumnya untuk memahami teknis mengenai penyadapan memang bukanlah suatu hal yang mudah sebab Sebagaimana telah dikemukakan di dalam materi-materi di tahun sebelumnya, teknis penyadapan merupakan hal yang memiliki tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hanya orang yang dapat dipahami secara utuh oleh orang-orang atau pihak-pihak yang berkecimpung di bidang itu terlebih lagi orang-orang yang memiliki keahlian khusus di bidang IT atau teknologi informasi. Meskipun demikian, pada bagian ini diuraikan secara garis besar mengenai teknis penyadapan yang dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku di dunia internasional .

Di dalam hukum positif Indonesia sendiri tepatnya dalam undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik sendiri telah dikemukakan dengan tegas definisi mengenai penyadapan yang cukup teknis, yang diatur secara tegas di dalam penjelasan pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa: ” intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan yang mendengarkan, merekam, membelokkan, merubah,  menghambat, dan atau  mencatat transmisi elektronik dan atau dokumen elektronik yang tidak bersifat public, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi”.

pada dasarnya apabila dilihat dari bentuk kegiatan penyadapan itu sendiri, penyadapan dapat dikelompokkan menjadi 4 bentuk utama, yaitu sebagai berikut:

  1. penyadapan pasi

    secara sederhana, penyadapan pasif dapat didefinisikan sebagai tindakan penyadapan yang dilakukan secara tidak langsung dengan cara  membaca data yang tidak diotorisasi.

  2. penyadapan aktif

    yang dimaksud dengan  penyadapan aktif dalam hal ini dapat  didefinisikan sebagai tindakan penyadapan yang dilakukan secara langsung dan disertai dengan tindakan perubahan data yang tidak diotorisasi.

  3. penyadapan semi aktif

    Penyadapan semi aktif adalah penyadapan yang bersifat semu.

  4. penyadapan yang merupakan penggabungan antara penyadapan aktif dan penyadapan pasif

Berkaitan dengan konsep teknis dari penyadapan di masa sekarang yang semakin lama semakin berkembang penyadapan yang dilakukan dengan cara sistem voice biometric  diversity, yakni teknologi yang memiliki voice recognition yang dapat mengenali  aksen, frekuensi, dan vokal pitch, Selain itu juga memiliki kemampuan rekonstruksi pola getaran pita suara yang ditampilkan dalam bentuk grafik getaran suara dengan teknologi tersebut penyadapan dapat dilakukan dalam dua jenis yaitu sebagai berikut:

 penyadapan yang dilakukan secara Real Time yaitu dengan cara menganalisis percakapan yang terjadi bahkan dengan melakukan akses pada server utama provider seluler

analisis scanning dilakukan pada database percakapan yang terjadi yang didahului filter melalui asumsi lokasi dari objek suatu target penyadapan

Dari pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwa untuk melakukan sesuatu penyadapan bisa dilakukan dengan berbagai macam cara dan jalur yang ditempuh diantaranya melalui jaringan  kabel maupun nirkabel.

Kewenangan melakukan penyadapan, tidak semua orang memiliki wewenang untuk melakukan penyadapan, dan Harus diberikan kepada lembaga yang benar-benar tepat. artinya jangan sampai kewenangan untuk melakukan tindakan penyadapan ini diberikan pada lembaga yang fungsi dasarnya sebagai lembaga yang bertugas untuk mengungkap, membongkar ataupun membuat terang suatu peristiwa pidana. kriteria lembaga yang tepat ini menjadi penting mengingat sifat kerahasiaan dari tindakan penyadapan.

Dalam  sistem hukum positif di Indonesia itu sendiri terdapat beberapa undang-undang dengan tegas memberikan kewenangan kepada lembaga penegak hukum tertentu untuk melakukan tindakan penyadapan yang seperti dijelaskan pada bab sebelumnya yang seperti dijelaskan pada undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671.

Contoh lembaga yang diberi kewenangan untuk melakukan penyadapan diantaranya adalah komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. kewenangan dari lembaga ini yaitu untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuh di yang secara khusus  dan pasal 6 huruf C undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi yang menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas yang disebutkan di atas dan pada pasal 11 undang-undang nomor 30 tahun 2002.

Kewenangan penyadapan yang diberikan kepada Lembaga ini memiliki sifat yang  temporer, hal di dikarena merupakan lembaga Indo independen yang atau untuk Permai khusus Sebagaimana telah dijelaskan Di pasar 12 ayat 1 huruf a undang-undang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi tentang kewenangan untuk melakukan tindakan penyadapan dan perekaman pembicaraan, mahkamah konstitusi yang telah mengeluarkan beberapa putusan .

Dari hasil penyadapan berupa bentuk rekaman,Data, atau dokumen elektronik yang berisi informasi yang memiliki makna yang dihasilkan atau diperoleh dari proses penyadapan yang dilakukan sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku,Memiliki sifat yang rahasia maka hasil penyadapan dianggap sebagai rahasia negara sehingga harus disimpan dan di data sebagai Arsip Negara setelah penyadapan dilakukan, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 undang-undang Nomor 7 tahun 1971 tentang Ketentuan Pokok kearsipan. \

  1. Kelebihan dan kekurangan

setelah saya  membaca dan menulis buku ini dari bab 1 sampai bab 7 memiliki inti dan pokok permasalahan di setiap bab nya. Kelebihan dari buku ini adalah menjelaskan pokok hukum  positif tentang penyadapan yang ada di Indonesia Baik dari sejarah, perkembangan hukum   mengenai penyadapan di Indonesia dan landasan-landasan yang mengatur hukum di Indonesia seperti landasan filosofis,  landasan yuridis, dan landasan sosiologis pengaturan penyadapan dalam hukum positif di Indonesia. selain itu di dalam buku ini juga membahas tentang asas-asas hukum dan kebijakan hukum pidana terutama yang bersangkutan dengan peraturan dalam kasus penyadapan dan lembaga-lembaga siapa saja yang memiliki hak untuk melakukan penyadapan dan menginformasikan sekilas tentang teknologi informasi dan elektronik yang digunakan untuk proses penyadapan serta penjelasan tentang  teknis-teknis dalam proses penyadapan yang sesuai dengan aturan hukum yang ada di Indonesia maupun di dunia internasional. di dalam bab 7 terdapat penjelasan tentang  Hak asasi manusia dan penyadapan Serta contoh-contoh kasus yang berhubungan dengan  tindak penyadapan di berbagai bidang tertentu, selain buku ini juga disertakan lampiran-lampiran undang-undang  nomor 5 tahun 2010 tentang tata cara penyadapan pada pusat pemantauan Kepolisian Negara Republik Indonesia

Selain kelebihan  seperti apa yang saya utarakan di atas,  menurut saya buku ini juga memiliki beberapa kekurangan Diantaranya adalah kasus atau permasalahan yang dituangkan Oleh penulis dalam  buku Ini sulit dipahami karena terlalu banyak pengulangan kata dan pengulangan kalimat Di setiap paragrafnya, sehingga tulisan sulit dipahami karena menggunakan bahasa kalimat yang kurang  terstruktur.Selain itu ada beberapa kasus permasalahan yang menurut saya seharusnya dibahas di bab pertama tetapi di dalam buku ini dijelaskan di bab paling terakhir yaitu tentang pengertian penyadapan.Akan tetapi jika buku ini dipahami secara betul terdapat pengetahuan yang luar biasa tentang penyadapan dan hukum hukum positif yang ada di Indonesia terutama dalam bidang IT, dan buku ini juga sangat cocok untuk  seorang siswa atau mahasiswa yang ingin belajar tentang hukum khususnya  hukum-hukum di bidang teknologi informasi terutama pada  kasus penyadapan yang terjadi di Indonesia.

This entry was posted in Etika dan Hukum TI. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *